Jumat, 18 Juli 2008

Mengembangkan Potensi Diri

Ditulis dalam Opini pada 5:57 am oleh Materi Tarbiyah
Salah satu anugerah terbesar yang Allah SWT berikan kepada kita adalah diciptakan-Nya kita menjadi manusia (QS. At Tiin (95) : 4). Sebagai makhluk yang dimuliakan Allah, manusia diciptakan secara sempurna. Potensi-potensi yang dimilkikinya dapat membawa kemuliaan dan keutamaan serta dapat menjalankan amanah. Berbagai macam kelebihan ini menyebabkan manusia memperoleh satu kehormatan sebagai manusia.

Terkadang anugerah sebagai manusia inilah yang sering kali dilupakan. Kita sibuk memikirkan dan menghitung kelebihan orang lain. Kita merasa menjadi orang yang tidak beruntung. Sering kali kita menghitung kekurangan dan ketidakberuntungan kita dibandingkan dengan orang lain. Padahal setiap insan memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu manusia pun yang sama karakternya, walau pun mereka kembar identik. Oleh karena itu, masing-masing kita pada dasarnya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, tinggal bagaimana kita menggalinya dan mengasahnya.

Sebagai makhluk ciptaan yang mendapat posisi mulia, kita wajib mensyukuri nikmat itu dengan cara mengenali dan mengembangkan potensi diri untuk kemaslahatan dan kebaikan. Oleh karena Allah yang telah menciptakan kita berarti syukur manusia dilakukan dengan cara beribadah dan beramal sholeh.

I. Mengenal Potensi Diri

Pernahkah terlintas dalam benak kita untuk apa Allah SWT menciptakan kita dalam bentuk tubuh yang sebaik-baiknya? Apa maksud dan tujuannya? Bilakah kita perhatikan sekeliling kita dan diri kita. Bersyukurlah bila keadaan fisik kita terlahir secara lengkap dan berfungsi dengan baik. Fisik manusia yang telah Allah ciptakan ini bertujuan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas kekhalifahan yang telah diamanahkan oleh Allah SWT kepada manusia sejak awal penciptaannya (QS Al Baqarah (2) : 30)

Fisik kita adalah sarana penunjang utama dalam beraktivitas. Sebagai makhluk Allah, kita diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Pelaksanaan itu membutuhkan fisik yang kuat dan sehat. Salah satu cara untuk mensyukurinya adalah dengan merawat fisik kita agar tetap sehat dan prima. Upaya dari hal-hal yang dapat membuat fisik kita rusak fungsinya harus kita hindari.

Kita perlu sadari bahwa sukses atau gagalnya seseorang, beruntung atau meruginya seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh keterampilan atau keahlian fisiknya. Akan tetapi tingkah laku sehari-hari turut menentukan berhasil tidaknya seseorang.

Setiap individu memiliki kelebihan sendiri seperti bakat, keterampilan, kecenderungan sehingga dengan semua itu, ia menjadi manusia yang syukur nikmat dan berdaya guna. Penggalian minat, bakat, keterampilan dan kecenderungan perlu diasah sedini mungkin, yakinlah bahwa Allah telah menciptakan kita di dunia dengan spesialis dan bawaan yang hanya dimiliki oleh kita saja. Allah tidak membuat kopiannya lagi. Masing-masing kita adalah ciptaan yang berkategori “Master Piece”, tidak ada yang sama, jika kita tidak mengenali dan mengasah potensi diri kita, sama saja kita tidak bersyukur atas karunia-Nya.

Allah berfirman: “Katakanlah : tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS. Al Israa’ (17) : 84). Hamka menjelaskan, bahwa kata syaakilah yang terdapat pada ayat di atas diartikan ‘bawaan’ atau ‘bakat’. Beliau menjelaskan lebih lanjut, bahwa tiap-tiap manusia itu ada pembawaannya masing-masing yang telah ditentukan oleh Allah SWT sejak masih dalam rahim ibu. Pembawaan/bakat, Allah ciptakan bermacam-macam, sehingga yang satu tidak serupa dengan yang lain. Maka menurut ayat tersebut, manusia diperintahkan bekerja selama hidup di dunia ini, menurut bawaannya masing-masing.Fenomena yang sekarang ini terjadi tidak setiap orang dapat melakukan sesuatu yang sangat baik, atau menjadi seseorang yang menjadi sangat mampu pada bidang tertentu. Sebab pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan yang istimewa pada diri sendiri untuk bisa mengasah dan mengembangkannya. Selain itu juga, tidak setiap orang bisa melakukan segalanya, karena masing-masing orang memiliki kemampuan khusus pada bidang tertentu, tetapi lemah pada bidang lain. Disinilah letak manusia untuk saling mengisi satu dengan yang lain. Oleh karena itulah jangan menyia-nyiakan setiap pemberian Allah berupa fisik dan kemampuan lainnya sekecil apapun. Mungkin saja dari sekian kemampuan kita, salah satunya menghantarkan kita pada kesuksesan dalam hidup ini.

II. Membangun Harga Diri dan Mengembangkan Potensi

Seorang muslim harus menyadari posisinya di sisi Allah dan bagaimana kita memaksimalkan apa yang Allah berikan pada diri kita dalam rangka memaksimalkan ibadah kita kepada-Nya sebagai tanda syukur.

Ketahuilah, Allah SWT telah menciptakan manusia mempunyai kelebihan dan keutamaan dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu manusia mendapatkan posisi yang mulia dan mendapat keutamaan sehingga diperuntukan seluruh alam beserta isinya untuk dikelola, dengan demikian manusia memiliki amanah untuk menjaga itu semua. (QS. Al Israa’ (17) : 70, Luqman (31) : 20, Al Ahzab (33) : 72)

Seorang muslim harus bangga pada aqidah yang dimilikinya serta bersedia menjalankan ibadah dengan penampilannya, karena hal tersebut maka akan menghasilkan ketaqwaan. Umat Islam akan mendaptkan izzah apabila mempunyai iman, kejujuran, kepercayaan, keloyalan, ketaatan, komitmen, pergerakan.

Membangun harga diri perlu dijelaskan melalui pendekatan bahwa manusia secara kemanusiaannya memiliki beberapa kelebihan, kemudian kewajiban untuk beribadah dan beberapa karakter umat Islam seperti yang telah disebutkan di atas akan menghantarkan kepada kebanggaan Islam.

Kunci usaha membangun harga diri adalah melalui da’wah Islam. Da’wah Islam menyeru manusia untuk menjalankan kewajibannya sebagai muslim dan mengajak umat Islam untuk memiliki karakter yang mulia. Jadi harga diri yang dimaksudkan adalah citra dan izzah sebagai seorang muslim yang memiliki tugas Rahmatan lil’alamin dan sebagai hamba Allah SWT. Ia tidak akan pernah merasa besar karena bagaimanapun ia mengakui dan menyadari bahwa Allah-lah pemilik segala sesuatu termasuk dirinya.

Izzah yang dihasilkan dari membangun harga diri seorang muslim akan melahirkan sikap dan tingkah laku yang mandiri, tidak tergantung, tidak mau diperintah untuk berbuat kerusakan, serta mempunyai kreativitas, keyakinan diri dan agresif dalam mengembangkan diri.

Membangun harga diri dan mengembangkan potensi bagi seorang muslim harus diarahkan kepada peningkatan keimanan dan ketaqwaan. (QS. Ali Imran (3) : 139)

Selain itu harga diri dan mengembangkan potensi akan melahirkan kebersamaan dan persatuan karena adanya penyadaran bahwa setiap kita saling mengisi. Janganlah kita menjadi orang yang paling baik dan paling benar, bukankah setiap kita saling membutuhkan (QS. Ash Shaff (61) : 4)

Berdemokrasi Ala Muhammad SAW

ROBERT N Bellah, dalam Beyond Belief (1976), pernah mengatakan bahwa: ’’Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi merupakan masyarakat modern, bahkan terlalu modern, sehingga setelah Nabi sendiri wafat, tidak bertahan lama. Timur Tengah dan umat manusia saat ini belum siap dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern seperti yang dirintis Nabi”.

Secara eksplisit, statement di atas mengindikasikan bahwa keberhasilan Nabi SAW dalam membangun Negara Madinah, sehingga dijadikan representasi negara modern, disebabkan karena beliau telah berhasil meletakkan fondasi dan konstruksi masyarakat madani dengan menggariskan etika dan tanggung jawab bersama dalam sebuah dokumen yang dikenal sebagai Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).

Selama kurang lebih sepuluh tahun di Madinah, sejarah telah mencatat keberhasilan Nabi dalam membangun civil society yang bernuansakan keadilan, inklusivisme, dan demokratisasi. Kondisi pluralisme keberagamaan tidak menjadi penghalang bagi terbentuknya hubungan kemasyarakatan dan kenegaraan yang harmonis dan populis. Umat non-Muslim pun, tetap terjaga hak-haknya tanpa mendapat gangguan dari umat Islam.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa Nabi SAW dengan ’’Manifesto Politiknya” mampu membangun Negara Madinah menjadi sebuah negara yang demokratis, tata tentrem kerta raharja, padahal tanpa dilengkapi sarana eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebagaimana tren negara modern? Prinsip-prinsip apa yang dikembangkan kala itu? Dua prinsip Setidaknya, ada dua prinsip yang dipegangi Nabi ketika membangun Negara Madinah yang tertuang dalam ’’Manifesto Politiknya”, yakni prinsip kesederajatan (al-musawah-equality) dan keadilan (al-’adalah-justice).

Prinsip kesederajatan dan keadilan ini (equal and justice) mencakup semua aspek, baik politik, ekonomi, maupun hukum. Dalam aspek politik, Nabi mengakomodasikan seluruh kepentingan. Semua rakyat mendapat hak yang sama dalam politik. Mereka tidak dibedakan berdasarkan suku, etnis, atau agama. Meskipun suku Quraisy berpredikat the best dan Islam sebagai agama dominan, tetapi mereka tidak dianakemaskan. Seluruh lapisan masyarakat duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Ideologi sukuisme dan nepotisme tidak dikenal Nabi.

Sementara dalam aspek ekonomi, Nabi mengaplikasikan ajaran egaliterianisme. Yakni, pemerataan saham-saham ekonomi kepada seluruh masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat mempunyai hak yang sama untuk berusaha dan berbisnis (QS.17:26;59:7). Karena itu, Nabi sangat menentang paham kapitalisme, di mana modal atau kapital hanya dikuasai oleh suatu kelompok tertentu yang secara ekonomi telah mapan.

Misi egaliterianisme ini sangat tipikal dalam ajaran Islam. Sebab, misi utama yang diemban oleh Nabi bukanlah misi teologis, dalam artian untuk membabat habis orang-orang yang tidak seideologi dengan Islam. Melainkan untuk membebaskan masyarakat dari cengkeraman kaum kapitalis. Dari sini, kemudian Mansour Fakih mensinyalir, bahwa perlawanan yang dilakukan kafir Quraish bukanlah perlawanan agama (teologi), melainkan lebih ditekankan pada aspek ekonomi, karena prinsip egaliterianisme Islam berseberangan dengan konsep kapitalisme Makkah.

Di samping faktor politik dan ekonomi, hal sangat mendasar yang ditegakkan Nabi adalah supreme of court (konsistensi hukum). Sebagai sejarawan ulung, Nabi memahami bahwa aspek hukum sangat urgen dan signifikan kaitannya dengan stabilitas suatu bangsa. Karena itulah Nabi tidak pernah membedakan ’’kalangan atas”, ’’orang bawah”, atau keluarganya sendiri.
Dalam sebuah hadis, Nabi pernah memberikan early warning yang cukup keras, bahwa: ’’Kehancuran suatu bangsa di masa lalu adalah karena jika ‘orang atas’ (al-sharif) melakukan kejahatan dibiarkan, namun jika ‘orang bawah’ (al-dha’if) pasti dihukum”.
Peringatan dini Nabi itu mengisyaratkan, bahwa keadilan yang berhasil ditegakkan akan mengantarkan terjadinya pencerahan peradaban. Sebaliknya, kekacauan, kekerasan, dan kejahatan, akan mencabik dan mengoyak kehidupan masyarakat (bangsa), manakala hukum dan keadilan dimatikan.

Prinsip keterbukaanPrinsip lain yang dipegangi Nabi dalam membangun Negara Madinah adalah inklusivisme (openness). Menurut mendiang Cak Nur (1996), inklusivisme merupakan konsekuensi dari perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat secara positif dan optimistis, yaitu pandangan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik (QS.7:172 dan QS.30:30), sebelum terbukti sebaliknya.

Berdasarkan pandangan kemanusiaan yang optimistis-positif ini, kita harus memandang bahwa setiap orang mempunyai potensi untuk benar dan baik. Karenanya, setiap orang mempunyai potensi untuk menyatakan pendapat dan untuk didengar. Dari pihak yang mendengar, kesediaan untuk mendengar sendiri memerlukan dasar moral yang amat penting, yaitu sikap rendah hati berupa kesiapan mental untuk menyadari dan mengakui diri sendiri selalu berpotensi untuk membuat kekeliruan.

Inklusivisme adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Inilah yang dipraktikkan Nabi ketika memimpin Negara Madinah. Tidak jarang beliau mendengar dan menerima kritik dari para sahabatnya, terlebih sahabat Umar bin Khaththab yang terkenal sebagai kritikus ulung. Sahabat Umar pun tidak dianggap sebagai rival, makar (bughat), antikemapanan (contra establishment), apalagi ekstrem kanan oleh Nabi, meskipun berbagai kritikan tajam menerpa beliau.
Prinsip imanDalam agama mana pun, iman menjadi basis untuk menumbuhkan kesadaran moral. Keyakinan kepada Tuhan yang transenden, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui, mendorong keinsafan batin dalam diri manusia. Iman kepada Tuhan menciptakan kedamaian dan ketenteraman jiwa. Dengan cara itu, manusia menjadi lebih manusiawi, lebih halus kepekaan moralnya, untuk kemudian mampu menumbuhkan kesadaran sosial.

Kesuksesan Nabi SAW dalam membangun masyarakat madani sehingga dikagumi di Timur dan Barat, pada hakikatnya karena dilakukan dengan semangat sosial yang tinggi yang terpancar dari iman yang kuat dan kukuh. Prinsip equal and justice serta openness yang merupakan basis tegaknya peradaban, mustahil dijalankan beliau tanpa landasan iman yang kuat.

Karena itu, bercermin dari sejarah Nabi SAW ketika membangun Negara Madinah dengan ’’Manifesto Politik” sebagai landasan konstitusinya, maka untuk menciptakan kawasan Indonesia yang sejuk, damai, anggun, dan berwibawa, mutlak harus menempatkan moralitas di atas segala-galanya. Nabi yang tidak dilengkapi dengan parlemen saja mampu membangun peradaban di Madinah, mengapa kita tidak?Akhirnya, marilah kita jadikan peringatan Maulid Nabi kali ini sebagai momentum untuk menunjukkan keberanian kita meninggalkan bangunan politik yang sarat dengan sekatsekat eksklusif, diskriminatif, ketidakadilan sosial, ekonomi, hukum, politik, dan ideologi. Untuk kemudian membangun sistem politik yang dipenuhi dengan hubungan emosionalitas dan kharismatik antara rakyat dengan penguasa, serta hubungan yang harmonis dan inklusif antarsesama warga di tengah pluralisme sosial dan keagamaan di Indonesia, sebagaimana praksis politik dan demokrasi Nabi SAW.

Nilai-Nilai Etika dan Estetika

Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini bukanlah membahas tentang nilai kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga. Pengertian nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu mempunyai harga yang sama pula karena penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu biasanya berlainan. Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap sesuatu itu karena ia tidak berharga baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang sangat tinggi karena itu sangatlah berharga baginya.

Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra. Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu yang mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali kepada ilmu pengetahuan, maka kita akan membahas masalah benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika dimana persoalan nilai adalah persoalan penghayatan, perasaan, dan kepuasan. Ringkasan persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran dan kesalahan ( benar dan salah ) akan tetapi masalahnya ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama terhadap nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positifisme, fragmatisme, fitalisme, hidunisme dan sebagainya.

1. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etka ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum. Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia ( baik dan buruk ) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ) akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama ( relatif ) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu :

A. Manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian
Oleh karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika

B. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja
Perbuatan manusia ( kejahatan ) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.
Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri
Perbuatan manusia yang dilakukan denan paksaan ( dalam keadaan terpaksa ) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
Demikianlah persyaratan perbuatan manusia yang dapat dikenakan sanksi ( hukuman ) dalam etika.

2. Estetika
Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini.

Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika [ abstrak ). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap.

Paradigma Membangun Kareakter Bangsa melalui Pendidikan

APABILA kita simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas menstranfer ilmu saja. Tapi lebih jauh dari pengertian itu, yang lebih utama, adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Memang idealnya demikian.

Namun, apa yang terjadi di era sekarang? Banyak kita jumpai perilaku para anak didik kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati kepada orangtua, baik guru maupun sesama. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa “watak” dengan “watuk” (batuk) sangat tipis berbedaannya. Apabila “watak” bisa terjadi karena sudah dari sononya atau bisa juga karena faktor bawaan yang sulit untuk diubah, namun apabila “watuk” = batuk, mudah disembuhkan dengan minum obat batuk. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya perkembangan atau laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah tidak mengenal batas batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan manusia.

Makna PendidikanBanyak kalangan memberikan makna tentang pendidikan sangat beragam, bahkan sesuai dengan pandangannya masing masing. Azyumardi Azra dalam buku Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, memberikan pengertian tentang “pendidikan” adalah mcrupakan suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih sekedar pengajaran. Artinya, bahwa pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu individu.Di samping itu, pendidikan adalah suatu hal yang benar benar ditanamkan selain menempa fisik, mental dan moral bagi individu individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah, Tuhan Semesta Alam, sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara.Perkembangan PendidikanBangkitnya dunia pendidikan yang dirintis oleh Pahlawan kita Ki Hadjar Dewantara untuk menentang penjajah pada massa lalu, sungguh sangat berarti apabila kita cermati dengan saksama.

Untuk itu tidak terlalu berlebihan apabila, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei ini, sebagai bentuk refleksi penghargaan sekaligus bentuk penghormatan yang tiada terhingga kepada para Perintis Kemerdekaan dan Pahlawan Nasional.

Di samping itu, betapa jiwa nasionalisme, dan kejuangannya serta wawasan kebangsaan yang dimiliki para pendahulu kita sangat besar, bahkan rela berkorban demi nusa dan bangsa. Lantas bagaimana perkembangan sekarang? Sangat ironis memang. Banyak para pemuda kita yang tidak memiliki jiwa besar, bahkan sangat mengkhawatirkan, jangan jangan terhadap lagu kebangsaan kita pun sudah tidak hafal, jangankan menghayati.

Namun, kita sangat yakin dan semakin sadar, bahwa hanya melalui dunia pendidikanlah bangsa kita akan menjadi maju, sehingga dapat mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain di dunia, sekaligus merupakan barometer terhadap kualitas sumber daya manusia.Krisis moneter yang berlanjut dalam krisis ekonomi yang terjadi hingga puncaknya ditandai dengan jatuhnya rezim Orde Baru dari kekuasaannya pada Mei 1998 yang lalu, telah mendorong reformasi bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi saja, melainkan juga terimbas dalam dunia pendidikan juga. Reformasi dalam bidang pendidikan, pada dasarnya merupakan reposisi dan bahkan rekonstruksi pendidikan secara keseluruhan atau secara komprehensif integral. Reformasi, reposisi dan rekonstruksi pendidikan jelas harus melibatkan penilaian kembali secara kritis pencapaian dan masalah masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.Apabila kita amati secara garis besar, pencapaian pendidikan nasional kita masih jauh dari harapan, apalagi untuk mampu bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Baik secara kuantitatif maupun kualitatif, pendidikan nasional masih memiliki banyak kelemahan mendasar.

Bahkan pendidikan nasional, menurut banyak kalangan, bukan hanya belum berhasil meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anak didik, melainkan gagal dalam membentuk karakter dan watak kepribadian (nation and character building), bahkan terjadi adanya degradasi moral.Reformasi PendidikanKita harus sadar, bahwa pembentukan karakter dan watak atau kepribadian ini sangat penting, bahkan sangat mendesak dan mutlak adanya (tidak bisa ditawar tawar lagi). Hal ini cukup beralasan. Mengapa mutlak diperlukan? Karena adanya krisis yang terus berkelanjutan melanda bangsa dan negara kita sampai saat ini belum ada solusi secara jelas dan tegas, lebih banyak berupa wacana yang seolah olah bangsa ini diajak dalam dunia mimpi.

Tentu masih ingat beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengeluarkan pandangan, bahwa bangsa kita akan makmur, sejahtera nanti di tahun 2030. Suatu pemimpin bangsa yang besar untuk mengajak bangsa atau rakyatnya menjadi “pemimpi” dalam menggapai kemakmuran yang dicita citakan.Banyak kalangan masyarakat yang mempunyai padangan terhadap istilah “kelatahan sosial” yang terjadi akhir akhir ini. Hal ini memang terjadi dengan berbagai peristiwa, seperti tuntutan demokrasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, tuntutan otonomi sebagai kemandirian tanpa kerangka acuan yang mempersatukan seluruh komponen bangsa, hak asasi manusia yang terkadang mendahulukan hak daripada kewajiban. Pada akhirnya berkembang ke arah berlakunya hukum rimba yang memicu kesukubangsaan (ethnicity). Kerancuan ini menyebabkan orang frustasi dan cenderung meluapkan perasaan tanpa kendali dalam bentuk “amuk massa atau amuk sosial”. Berhadapan dengan berbagai masalah dan tantangan, pendidikan nasional pada saat yang sama (masih) tetap memikul peran multidimensi. Berbeda dengan peran pendidikan pada negara negara maju, yang pada dasarnya lebih terbatas pada transfer ilmu pengetahuan, peranan pendidikan nasional di Indonesia memikul beban lebih berat. Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi sebagai pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja hal terpenting dari pembudayaan itu adalah pembentukan karakter dan watak (nation and character building), yang pada gilirannya sangat krusial bagi nation building atau dalam bahasa lebih populer menuju rekonstruksi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab.Oleh karena itu, reformasi pendidikan sangat mutlak diperlukan untuk membangun karakter atau watak suatu bangsa, bahkan merupakan kebutuhan mendesak. Reformasi kehidupan nasional.

secara singkat, pada intinya bertujuan untuk membangun Indonesia yang lebih genuinely dan authentically demokratis dan berkeadaban, sehingga betul betul menjadi Indonesia baru yang madani, yang bersatu padu (integrated). Di samping itu, peran pendidikan nasional dengan berbagai jenjang dan jalurnya merupakan sarana paling strategis untuk mengasuh, membesarkan dan mengembangkan warga negara yang demokratis dan memiliki keadaban (civility) kemampuan, keterampilan, etos dan motivasi serta berpartisipasi aktif, merupakan ciri dan karakter paling pokok dari suatu masyarakat madani Indonesia. Jangan sampai yang terjadi malah kekerasan yang meregenerasi seperti halnya yang terjadi di IPDN yang menjadi sorotan akhir akhir ini. Kekerasan fisik yang mengorbankan nyawa dan harta benda tersebut, sangat jelas terkait pula dengan masih bertahannya “kekerasan struktural” (structural violence) pada tingkat tertentu. Akibatnya, perdamaian hati secara hakiki tidak atau belum berhasil diwujudkan.Pendidikan KarakterTidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak, baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas.

Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antarlingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging) berlakunya nilai nilai yang buruk. Selajutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character base education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping matapelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan sebagainya.Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter.

Menurut Qurais Shihab (1996; 321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada kini dan di sini, maka upaya dan ambisinya terbatas pada hal yang sama.Membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan jangan ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Semoga ke depan bangsa kita lebih beradab, maju, sejahtera kini, esok dan selamanya. Dirgahayu Pendidikan Nasional 2 Mei 2007 dan cintaku (mereka) yang lahir pada tanggal yang sama, semoga panjang umur dan berjiwa pendidik yang patut disuritauladani generasi yang akan datang, bahkan lestari selamanya. Amin.

Standar Kompetensi


Kurikulum Biologi Kelas VII

Standar Kompetensi 1 :Memahami gejala-gejala alam melalui pengamatan

Kompetensi Dasar :
Melaksanakan pengamatan objek secara terencana dan sistematis untuk memperoleh informasi gejala alam biotik dan abiotik
Menggunakan mikroskop dan peralatan pendukung lainnya untuk mengamati gejala-gejala kehidupan
Menerapkan keselamatan kerja dalam melakukan pengamatan gejala-gejala alam


Standar Kompetensi 2 :Memahami keanekaragaman makhluk hidup

Kompetensi Dasar :
Mengidentifikasi ciri-ciri makhluk hidup
Mengklasifikasikan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki
Mendeskripsikan keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai dari tingkat sel sampai organisme


Standar Kompetensi 3 :Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem

Kompetensi Dasar :
Menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem
Mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman mahluk hidup dalam pelestarian ekosistem
Memprediksi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan
Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan

Kurikulum Biologi Kelas VIII

Standar Kompetensi 1 :Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusiaKompetensi

Dasar :
Menganalisis pentingnya pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup
Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia
Mendeskripsikan sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan
Mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan dan hubungannya dengan kesehatan
Mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan
Mendeskripsikan sistem peredaran darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan


Standar Kompetensi 2 :Memahami sistem dalam kehidupan tumbuhan

Kompetensi Dasar :
Mengidentifikasi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan
Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi pada tumbuhan hijau
Mengidentifikasi macam-macam gerak pada tumbuhan
Mengidentifikasi hama dan penyakit pada organ tumbuhan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari

Kurikulum Biologi Kelas IX

Standar Kompetensi 1 :Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia

Kompetensi Dasar :
Mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan
Mendeskripsikan sistem reproduksi dan penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi pada manusia
Mendeskripsikan sistem koordinasi dan alat indera pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan


Standar Kompetensi 2 :Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

Kompetensi Dasar :
Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan
Mendeskripsikan konsep pewarisan sifat pada makhluk hidup
Mendeskripsikan proses pewarisan dan hasil pewarisan sifat dan penerapannya.
Mendeskripsikan penerapan bioteknologi dalam mendukung kelangsungan hidup manusia melalui produksi pangan


Bersekolah Tanpa Trauma

Tahun ajaran lalu (2004/2005) ditandai berbagai peristiwa pendidikan yang traumatis, peristiwa-peristiwa pendidikan yang menimbulkan rasa sedih dan pilu. Yang paling menyedihkan, peristiwa bunuh diri yang dilakukan beberapa siswa sekolah menengah. Tidakkah tragedi ini dapat dihindari?

Trauma lainnya ialah prestasi SLTP dan SLTA kita yang begitu rendah dalam ujian nasional (UN). Secara nasional 16 persen peserta tidak lulus. Di daerah-daerah yang dilanda tsunami, jumlah ketidaklulusan mencapai 49 persen.

Selain kedua peristiwa itu, ada hal-hal lain yang bagi kebanyakan orangtua murid cukup menimbulkan trauma. Mencari sekolah, menyediakan uang pangkal, mencari buku-buku pelajaran yang tiap tahun berubah, menyediakan pakaian seragam, mencari dana untuk membiayai les tambahan, mencari uang untuk membiayai karya wisata, ini yang menimbulkan trauma bagi banyak orangtua. Trauma-trauma ini tiap tahun berulang.

Situasi seperti ini membuat sekolah dan segala hal yang berhubungan dengan sekolah menjadi rangkaian peristiwa yang berat dan menekan hati. Munculnya situasi traumatis membuat upaya menyekolahkan anak menjadi tugas yang amat berat bagi setiap orangtua.

Memasuki tahun ajaran baru ini, kita perlu bertanya: Kapan kehidupan sekolah dapat menjadi kehidupan yang wajar dan normal kembali, kehidupan yang meski berat, tetapi memberi harapan untuk masa depan? Kapan kehidupan sekolah dapat dibersihkan dari hal-hal yang menimbulkan rasa sedih dan takut? Kapan tidak terjadi lagi siswa bunuh diri? Kapan buku pelajaran tidak berganti setiap tahun?

Kita tahu, aneka perubahan seperti ini tidak sekonyong-konyong datang. Dibutuhkan waktu panjang guna melahirkan kehidupan sekolah tanpa trauma. Namun, apakah tidak ada sesuatu yang dilakukan kini guna menyiapkan kedatangan kehidupan sekolah yang normal?

Fenomena bunuh diri

Kita mulai dengan peristiwa pendidikan yang paling menyedihkan: bunuh diri di kalangan siswa. Kapan kehidupan di sekolah tidak lagi menimbulkan rasa putus asa pada siswa kurang mampu yang mendorong mereka bunuh diri? Kita tidak tahu. Yang diketahui, ada cara-cara yang dapat dilakukan guna mengurangi keputusasaan yang memicu upaya bunuh diri.

Peristiwa bunuh diri umumnya dilakukan siswa yang menunggak uang sekolah. Mereka merasa, orangtuanya tidak akan pernah bisa membayar tunggakan itu dan mereka akan terus terperangkap dalam kesulitan ini. Selain itu, mereka juga merasa, kemiskinan membuat mereka terperosok ke posisi sosial yang tidak setaraf dengan teman-temannya. Rangkaian diskriminasi yang ditimbulkan oleh kemiskinan ini akhirnya menimbulkan rasa putus asa. Ketika rasa putus asa tidak lagi tertahankan, mereka pun lalu bunuh diri.

Jika berita ini benar, persoalan intinya ialah bagaimana menciptakan suasana sekolah yang mencegah timbulnya penghakiman bagi siswa yang orangtuanya tidak mampu membayar uang sekolah pada waktunya. Dapatkah ini kita lakukan?

Saya kira dapat! Jika di sekolah dapat diciptakan suasana yang bernapaskan empati, paling tidak para siswa yang orangtuanya kurang mampu tidak akan cepat putus asa. Suasana empati akan membantu tiap siswa memelihara harapan dalam dirinya. Tugas pendidik menjaga api harapan tetap menyala dalam hati siswa.

Selain itu, dapat diusahakan agar guru menagih uang sekolah langsung kepada orangtua tanpa melibatkan dan mengusik rasa harga diri siswa. Ini sulit, tetapi dapat dicoba. Kalau ini dapat dilakukan, akan terbentuk rasa kekeluargaan di sekolah. Dalam suasana kekeluargaan seperti ini, kiranya aneka tekanan yang menimbulkan keputusasaan dapat dikurangi. Soalnya, adakah kemauan kita untuk menimbulkan suasana kekeluargaan ini di sekolah?

Suatu utopia? Mungkin! Namun, setidaknya dengan gagasan ini kita menjadi tahu, arah mana yang harus ditelusuri guna melahirkan kembali kehidupan sekolah yang tidak menciptakan keputusasaan; kehidupan sekolah yang menjauhkan pandangan hidup yang gelap, yang memicu kecenderungan bunuh diri. Dengan gagasan ini, kita menjadi sadar akan keharusan untuk mengendalikan dan menghentikan kecenderungan komersialisasi pendidikan yang kini ada. Kita menjadi tahu cara-cara yang dapat ditempuh guna memanusiawikan pasar sekolah yang sudah telanjur lahir sekarang.

Kerja sama antarbirokrasi

Menciptakan suasana kekeluargaan di sekolah merupakan salah satu tindakan yang harus dilakukan guna menciptakan kehidupan sekolah yang normal dan wajar. Banyak tindakan yang harus dilakukan untuk membuat kehidupan di sekolah menjadi sehat. Dan yang perlu disadari ialah, dalam setiap tindakan yang harus dilakukan adalah perlunya kerja sama antara birokrasi pendidikan, masyarakat guru, dan masyarakat orangtua murid.

Meningkatkan mutu pendidikan yang rendah, yang menimbulkan hasil-hasil UN yang memprihatinkan, pada dasarnya merupakan tanggung jawab birokrasi pendidikan. Dalam hubungan ini, niat untuk selekas mungkin meningkatkan kualitas guru kita perlu dilakukan dengan hati-hati. Yang perlu dipikirkan ialah cermat menentukan apa yang merupakan inti kualitas guru. Masyarakat umumnya berpendapat, penguasaan ilmu merupakan sendi utama kualitas guru. Betulkah?

Pendapat itu tidak seluruhnya benar! Selain pengetahuan memadai, dibutuhkan sikap dan cara mengajar yang benar. Prinsip mengajar yang benar ialah kesediaan guru untuk berbagi pengetahuan dan ketidaktahuan (sharing knowledge and sharing ignorance) dengan siswa. Mengajar jangan sekali-kali dipandang sebagai kesempatan untuk pamer pengetahuan!

Melahirkan kembali kehidupan sekolah tanpa trauma dan kehidupan sekolah yang mampu memberi harapan akan masa depan yang lebih baik dapat dimulai dengan melakukan aneka perbaikan kecil seperti yang telah diuraikan. Kita tidak dapat terus menunggu hingga datangnya malaikat penyelamat karena malaikat itu adalah diri kita sendiri. Kalau kita tidak mulai bertindak sekarang, mungkin tiap tindakan perbaikan yang datang kemudian akan merupakan tindakan terlambat.

Jika segenap kecerobohan pendidikan yang ada dibiarkan terus berlangsung, prospek pendidikan kita benar-benar mengkhawatirkan. Haruskah kehidupan bersekolah dalam masyarakat Pancasila terus ditandai berbagai trauma menekan?

Sabtu, 07 Juni 2008

DASAR-DASAR FILOSOFI

DASAR-DASAR FILOSOFI PENDIDIKAN

A.PERENIALISM

*Tujuan:Berusaha untuk mengamankan lapangan moral,Intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain.

*Pengetahuan: Segala dsesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan.Kebenaraan adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dan benda-benda,maksudnya hal-hal yang ada bersendikan atas prinsip-pronsip keabadiaan.Perhatian mengenai esensi dari sesuatu,artinya telah memenuhi syarat-syarat logis dan memiliki evidensi diri bagi pengertian yang dirumuskan.

*Nilai : Mengikuti tradisi perkembangan Intelektual akademik yang ada pada zaman Yunani dan abad pertengahan yang bersifat regresif,yaitu kembali pada kebenaran yang sesungguhnya sebagaimana telah diletakkan dasarnya oleh filosof zaman lampau.

*Materi Kurikulum :Cendrung menekankan seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersfat integral dengan sejarah manusia.Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah bukan fakta.

*Metode : Membimbing individu kepada kebenaran utama(doktrin,etika dan penyelamatan religius)memakai metode Trial and Error untuk mendapatkan pengetahuan proposisional.Pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia(socratic method).

*Para pemikir Besar/Ahli
1.Robert Maynard Hutchins
2.Ortimer Adler


B.ESSENSIALISM

*Tujuan : Mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dimana manusia merupakan makhluk budaya serta kehidupan manusia dilingkupi oleh nilai dan norma budaya sehingga manusia dapat mantap menjadi manusia yang berlandaskan nilai dan norma yang teruji oleh waktu.

*Pengetahuan : Yakin pada pengetahuan untuk kepentingan itu sendiri.Nilai kebenaran ilmiah bersifat konservatisme kefilsafatan yaitu kebenaran yang dilakukan manusia adalah relatif karena ketidaksempurnaan manusia.

*Nilai : Disiplin mental doperlikan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis yan tidak mempedulikan masa lampau.

*Materi Kurikulum : Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.Konsentrasi studi pada materi dasar tradisional seperti:membaca,menulis,Sastra,Bahasa asing,Maatematika,Sejarah,Sauns,Seni dan musik.

*Metode : Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menjadi skill yang bersifat kompleks.Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.


*Para pemikir Beasar / Ahli
1.William C.Bagley 3.Frederick Breed
2.Thomas Briggas 4.Isac L.Kandell


C.PRORESIVISIM

*Tujuan : Mencoba menyiapakan manusia untuk mamapu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai.

* Pengetahuan : Pendidikan dipandang sebagai suatu proses pengetahuan pada masa kini dimasa yang akan datang.Pendidikan harus berpusat pada anaknya bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

*Nilai : Pendidikan adalh motivator dalam iklim demokratis dan menyenangkan.
Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna bagi masyarakat.

*Metode : Bercorak student centered dimana siswalah yang dijadikan pusat dalam sebuah keadaaan , sehingga pendidik hanyalah sebagai motivator

* Para pemikir besar / ahli :
1. George Axtelle
2. William O Stanley
3. Ernest Bayley
4. Lawrence B. Thomas
5. Frederick C. Neff


D. Rekontruksionisme

* Tujuan : Membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil

* Pengetahuan : Promosi pemakaian problem solving tidak harus dirangkaikan dengan penyelesian problem sosial yang signifikan. Perkembangan IPTEK tak hanyak memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi masyarakat juga membawa dampak negatif.

*Nilai : Manusia sebagai makhluk sosial sehingga untuk memajukan bangsa dilakukan secara bersama-sama, produk perlu berpikir tentang tujuan-tujuan jangaka panjang dan jangka pendek.

*Materi kurikulum : Lebih fokus pada penciptaan agar perubahan melali partisifasi
langsung dalam unsur-unsur kehidupan.Pendidkan berdasarkan fakta bahwa belajar terbaik sebagai bagai manusia atau terjadikan dalam aktivitas hidup yang nyata.

*Metode : Sistem belajar Learn by Doing (belajar sambil bertidak ) tidak melaksanakan pola life-adjustment(perbaikan tambal-sulam) para progresivist.

*Para Pemikir Besar/Ahli
1.Caroline Pratt
2.George Count
3.Horold Rugg
4.Michael W.Apple

Minggu, 06 April 2008

Pendidikan dan Pengajaran

PENDIDIKAN

Pengertian pendidikan: saya setuju dengan penertian pendidikan yang pertama yaitu yaitu pendidikan merupakan upaya untuk memfasilitasi induvidu lain,dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive dalam kompetisi hidupnya.Maksudnya pendidikan disini berfungsi untuk menyalurkan sebuah kebaikan-kebaikan kepada individu dimana dalam proses pencapaian sebuah kebaikan-kebaikan individu tersebutlah yang berusaha untuk mencarinya sendiri,sehingga pendidikan hanyalah berusaha menolong individu tersebut dalam mencapai kemndirian dalam hidupnya dan yang terpenting dapat mencapai kematangan mental yang hakiki,sehingga individu dapat bertahan hidup didunia ini tanpa merepotkan orang lain sehingga ia dapat berkompetisi hingga akhirnya individu dapat menjadi seorang pemenang dalam sebuah kompetisi kehidupan yang kian nyata dan berkembang.

PERBEDAAN PENDIDIKAN DENGAN PENGAJARAN

Menurut saya pendidikan adalah suatu sarana yang ada pada diri manusia yang fungsinya untuk memfasilitasi diri manusia untuk mencapai sebuah tujuaan yaitu mencapai kemandiriaan dan kematangan mental pada diri seseorang,sehigga seseorang tersebut dapat betahan hidup dalam lingkunganya dan tidak terseleksi oleh alam dan zaman yang kian maju.Jadi hakikatnya pada pendidikan bertujuaan untuk membangun diri manusia yang seutuhnta baik secara spiritual,emosional maupun secara intelektual.Sehingga dengan adanya pendidikan maka manusia tak hanya memiliki pemikiran yang maju namun juga memiliki iman serta akhlaq yang bermoral.

Sedanngkan pengajaran adalah suatu hal yang nyata yang berhubungan dengan diri manusia yang fungsinya untuk mentransfer ilmu pengetahuan baik yang berhubungan dengan teknologi maupun keterampilan yang bertujuan meningkatkan kecerdasan dan penendalian emosiseseorang tanpa adanya tujuan yang lebuh besar lagi yaitu mencapai manusia seutuhnya.


POSISI ESKALASI MENTAL SESEORANG

Posisi eskalasi atau titik puncak seseorang adalah ketika mental seseorang tersebut telah mencapai tingkat yang unggul dalam sebuah kehidupan yaitu ketika telah terjadinya keseimbangan antara otak kanan dengan otak kiri dan telah terjadinya keseimbangan antara emosional,intelektual,jasmani,dan spritual seseorang hingga akhirnya orang tersebut dapat memaknai arti sebuah kehidupan.Titik puncak yang sesunggunya ditunjukkan ketika seseorang telah mencapai tingkat kematangan rohaninya sehingga ia akan menjadi pribadi yang baik,karena ketika ruh seseorang baik niscaya mak intek\lektual,emosi,jasmani maka insyaallah akan ikut menjadi baik pula.Maka bisa dikatakan seseorang akan eskalasi mental ketika seeorang telah mengalami kematanga secara spiritual.

Sabtu, 29 Maret 2008

PERATURAN MENTRI PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang mampu mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara optimal. Secara mendasar, dimensi kemanusiaan tersebut dijabarkan dalam fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. (UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional).

Tujuan tersebut pada hakikatnya menyentuh ranah afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia (termasuk budi pekerti luhur, kepribadian unggul), serta kompetensi estetis; ranah kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan ranah psikomotorik yang tercermin pada kemampuan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Dengan demikian, pendidikan nasional diarahkan pada peningkatan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, lembaga pendidikan menjadi wahana strategis bagi upaya pengembangan segenap potensi individu, termasuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan bagi peserta didik, yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat (3)diamanatkan: "pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional."

Selain alasan-alasan tersebut di atas, rintisan penyelenggaraan sekolah dasar bertaraf internasional (SDBI) juga didasari filosofi eksistesnsialis, yaitu keyakinan bahwa pendidikan harus menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui proses pendidikan yang bermartabat dan pro perubahan (kreatif, inovatif, eksperimentatif), serta menumbuhkembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik. Filosofi tersebut mengisyaratkan pentingnya layanan pendidikan untuk memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat dan minat peserta didik. Sementara esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan kebutuhan era global, maka pendidikan perlu menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut penting kiranya pemerintah dalam hal ini Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas memberikan arahan, bimbingan dan pengaturan terhadap sekolah-sekolah dasar yang telah dan akan merintis sekolah dasar bertaraf internasional (SDBI) agar pengembangannya lebih terarah, terencana dan sistematis.


B. Konsep Sekolah Dasar Bertaraf Internasional

Sekolah Dasar Bertaraf Internasional (SDBI) adalah sekolah dasar nasional yang dalam proses penyelenggaraan dan pengelolaan melakukan pengembangan, perluasan dan pendalaman dari standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Dengan pengertian ini, SDBI dapat dirumuskan sebagai berikut:

SDBI = SDSN + X


SDBI adalah sekolah dasar yang telah memenuhi seluruh aspek Standar Nasional Pendidikan, baik standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian; serta X merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman kemampuan yang diyakini diperlukan untuk bekal hidup dalam pergaulan internasional.

Selain menguasai SNP Indonesia, lulusan SDBI juga perlu menguasai kemampuan-kemampuan kunci global, seperti bahasa internasional, teknologi informasi agar setara dengan rekannya dari negara-negara maju.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan SDBI adalah sekolah dasar yang menggunakan sistem pendidikan nasional Indonesia, baik kurikulum, pendidik dan ketentuan-ketentuan lainnya plus pengayaan/penguatan/pendalaman internasional yang digali dari sekolah-sekolah/lembaga-lembaga pendidikan dari dalam dan luar negeri.


C. Tujuan

Sesuai dengan visi pendidikan nasional maka tujuan SDBI adalah untuk meningkatkan keprofesionalan satuan pendidikan SD sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional.


D. Dasar Hukum

Dasar penyelenggaraan SDBI adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

3. undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

4. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

5. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Pembagian Tugas dan Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009.

7. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

8. Keputusan Mendiknas RI No. 44/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan kepmendiknas nomor 22 dan 23 tahun 2006

12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 tahun 2007 tentang perubahan permendiknas nomor 24 tahun 2006

13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik Guru

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk SD/MI

17. Rencana Strategis Depdiknas tahun 2005-2009.

18. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas tahun 2005-2009.

PENDIDIKAN di INDONESIA

STANDAR KOMPETENSI BNPS



Semenjak digulirkan pada bulan Juni 2006 lalu, KTSP cukup populer dengan berbagai julukan. Kurikulum kaTe SiaPe, bahkan hingga sebutan Kurikulum Tidak Siap Pakai. Apa pasal? Ada banyak anggapan, bahwa ini menjadi beban baru bagi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Apakah ada semacam keraguan dari pihak guru terhadap perubahan kurikulum yang kerap terjadi? Karena terdapat kemungkinan, sebagian besar dari mereka pun telah jengah dijadikan sebagai bahan percobaan bagi segelintir ahli. Walau pun ada alasan kuat dari BSNP, yang ingin mengedepankan kualitas pendidikan bangsa.

  1. Namun krisis ekonomi berkembang menjadi krisis yang multidimensi. Ada banyak rentetan masalah yang mengikuti setelahnya. Turunnya kualitas sumber daya menusia, disinyalir karena buruknya akses masyarakat terhadap kualitas pendidikan yang bermutu. Kerja-kerja evaluasi dilakukan. Berbagai program digulirkan. KTSP sebagai salah satu produk yang diluncurkan pemerintah, adalah salah satu perangkat/sarana untuk mencapai kualitas pendidikan terbaik untuk bangsa ini.

KTSP, sebuah standar nasional pendidikan yang sarat dengan muatan-muatan lokal. Kurikulum dan silabusnya disus

Fenomena KTSP

Setelah diluncurkannya program Kurikulum tahun 2004 dua tahun yang lalu, KTSP muncul sebagai program anyar yang mengandung berbagai ketentuan. Seluruh sekolah dianjurkan untuk menerapkan KTSP mulai tahun ajaran 2006/2007. Berbagai kenyataan di lapangan banyak ditemukan kasus bahwa ada beberapa sekolah yang belum menyusun KTSP sampai rampung, tetapi sudah menerapkan beberapa silabusnya. Mengingat anjuran untuk menerapkan pada tahun ajaran tersebut di atas.


Dari sejumlah ratusan ribu sekolah di seluruh Indonesia, muncul berbagai masalah. Mulai dari kualitas guru yang belum kompeten untuk menyusun kurikulum, sampai ke tingkat kesiapan anak-anak didik dan kemampuan pemerintah daerahnya untuk mendukung terlaksananya KTSP ini. Mampukah KTSP menyentuh seluruh satuan tingkat pendidikan dasar dan menengah di negara tercinta ini?
Sepanjang yang diketahui, KTSP telah mulai diterapkan di beberapa satuan tingkat pendidikan yang memiliki kualitas baik. Beberapa diantaranya, adalah sekolah-sekolah yang termasuk sebagai sekolah standar nasional (SSN), sekolah nasional yang berstandar internasional (SNBI), sekolah piloting kurikulum berbasis kompetensi, dan beberapa sekolah yang termasuk kategori “siap”.


Sekilas, tampak jelas bahwa sekolah-sekolah dengan kategori yang berada di bawah sekolah “terbaik” akan semakin terpuruk jika evaluasi dan monitoring penerapan KTSP yang persuasif tidak segera dilakukan. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), sebuah lembaga independen, penggagas segala bentuk standar nasional untuk kemajuan kualitas pendidikan bangsa, pun mengakui ada berbagai masalah yang menghambat penerapan KTSP.
Diketahui bahwa, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 (tentang standar isi dan standar kompetensi), baru ditandangani pada tanggal 2 Juni 2006 lalu, yaitu pada masa tahun ajaran baru 2006/2007. Padahal, berdasarkan ketetapannya, KTSP harus mulai diterapkan mulai tahun ajaran 2006/2007.


“Ini mengakibatkan tidak semua sekolah akan siap. Sehingga yang terjadi adalah beberapa sekolah, KTSP nya belum tersusun, tetapi telah dicoba menerapkannya sambil KTSP itu disusun. Matapelajarannya sudah diterapkan, tapi KTSP nya sedang dalam proses. Ini saya jumpai juga di daerah-daerah,” ungkap Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, salah satu anggota BSNP, ahli bidang kurikulum.


Ia juga memaparkan bahwa di suatu daerah, ada beberapa KTSP dari sekolah-sekolahnya yang telah rampung dan diserahkan kepada pihak pemerintah daerahnya untuk dilegalisir. Namun pihak Dinas Pendidikan di sana yang seharusnya berperan sebagai supervisor malah tidak memahami KTSP itu sendiri. Dikonfirmasi tentang nama daerahnya, Mungin tak hendak menyebutkan.


Siang hari itu juga, telepon genggamnya menerima sms yang dikirim oleh salah satu guru. “Tadi saya juga dapat sms dari salah satu guru di SDN 3 Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Menanyakan tentang SK dan KD, ternyata beliau belum dapat. Kalau dari SD ini belum tahu, berarti saya juga bisa tahu bahwa dari dinas pendidikan di kabupaten dan kotanya belum mensosialisasikan KTSP karena ada guru SD yang belum tahu tentang SK dan KD. Lalu, saya kirimkan sms balasan, yang isinya saya persilahkan untuk membuka internet dengan alamat yang ini (http://www.bsnp-indonesia.org). Ini kan berarti ada dinas yang terlambat.”

Sosialisasi KTSP yang Tidak Lancar

Diakui Mungin, bahwa setiap provinsi telah menerapkan KTSP, namun tidak sedikit pula sekolah-sekolah yang belum mampu menyusun KTSPnya sendiri. Terhadap masalah ini, hal menjadi mengerucut pada tingkat keberhasilan sosialisasi KTSP ke seluruh daerah. Indikasi kemacetan sosialisasi menjadi penyebab tersendatnya penerapan KTSP.


Bersama BSNP, ada beberapa direktorat terkait yang duduk sebagai penanggungjawab suksesnya penerapan KTSP. Direktorat PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Direktorat Pembinaan SD, SMP, dan SMA, Pusat Kurikulum, dan tentunya pemerintah daerah yang bersangkutan.


Mengenai keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan KTSP, lebih jauh Mungin Menjelaskan, “Gubernur dapat mengatur jadwal pelaksanaan permendiknas No. 22 dan 23 tahun 2006, untuk satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan khusus. Ini tentunya disesuaikan dengan kondisi kesiapan masing-masing satuan pendidikan di provinsi. Sedangkan Bupati dan Walikota mengatur jadwal pelaksanaan permendiknas No.22 dan 23 tahun 2006, untuk pendidikan dasar. Sedangkan kalau di madrasah dan sekolah-sekolah agama, diatur oleh mentreri agama, melalui Departemen Agama.”


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), telah melalui proses sosialisasi sejak bulan Agustus 2006. Pihak pemerintah pusat telah pula mengundang guru-guru, dan kepala sekolah se-Indonesia untuk datang ke Jakarta dan berkenalan lebih jauh dengan KTSP. Selain itu, ada juga program kunjungan ke daerah-daerah khusus untuk sosialisasi KTSP. Program kunjungan ini memang belum menyentuh ke seluruh daerah. Mengingat adanya tim pengembang yang telah dipercayakan untuk diberdayakan sebagai anggota tim sosialisasi di daerah-daerah.


Untuk solusi praktis atas segala kemacetan sosialisasi KTSP ini, BSNP melalui Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo memaparkan, “Tentunya kami menyerahkan kepada Dinas Pendidikan daerah untuk membentuk suatu tim pengembang di tingkat provinsi dan tim pengembang di tingkat kabupaten, itu telah diserahkan kepada Dinas Pendidikan. Tim inilah yang mempunyai tugas untuk mensosialisasikan kepada seluruh sekolah. Apakah itu sosialisasi dalam bentuk MGMP, atau melalui LPMP. Bisa seperti itu.”

Monitoring Kesiapan Menyusun dan Pemantauan Pelaksanaan KTSP

Target yang telah ditetapkan adalah bahwa pada tahun ajaran 2009/2010, KTSP sudah harus diterapkan dan dilaksanakan di seluruh sekolah di Indonesia. Mengenai kesiapan menyusun KTSP tersebut, BSNP telah melakukan monitoring kesiapan penyusunan KTSP dengan mengunjungi beberapa daerah yang bermasalah.


“Terhadap pelaksanaan standar isi dan SKL (standar kompetensi lulusan) yang telah berjalan di lapangan, dalam hal ini, adalah tentang KTSP. Jadi, pada akhir tahun 2006 lalu, kami hanya monitoring kesiapan satuan pendidikan untuk menyusun,”tutur Mungin.


Seberapa jauh tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan KTSP, belum dapat diketahui secara pasti. Mengingat tidak sedikit jumlah sekolah dengan kompetensi guru yang masih dibawah kualitas yang diharapkan untuk kesiapannya menyusun KTSP. Mengenai kemungkinan kebutuhan rekomendasi untuk peningkatan kompetensi guru, Mungin menjelaskan bahwa melalui program pemantauan pelaksanaan program KTSP secara keseluruhan, maka akan diperoleh banyak data tentang sekolah-sekolah yang membutuhkan bantuan agar KTSP bisa segera disusun di sana.


“Dan ini nantinya akan mengarah kepada hasil evaluasi bagi sekolah-sekolah yang gurunya tidak mampu. Apakah akan diberi perhatian khusus berupa pelatihan-pelatihan melalui LPMP, atau jika ada kekurangan sarana pra sarananya, maka bagaimana bantuannya. Nanti itu akan ditinjau dan diitindaklanjuti,” ucapnya.


Telah direncanakan oleh BSNP bahwa paling tidak pada bulan Mei s/d November 2007 akan dilaksanakan pemantauan menyeluruh terhadap pelaksanaan KTSP di seluruh Indonesia. Kegiatan ini akan melibatkan tim khusus yang terdiri dari para ahli pendidikan dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, serta para stake holder lainnya.


permendiknas no 22

Permendiknas Standar Isi dan Kompetensi Minim Sosialisasi




Jakarta (Suara Pembaruan: 27/07/06) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diminta untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23/2006 tentang Standar Kompetensi. Sampai saat ini, belum semua sekolah di Jakarta mengetahui adanya Permendiknas tersebut. Pengajar SMA 19 Jakarta Barat, Laili Hadiati, ketika dihubungi Pembaruan, Rabu (26/7), mengatakan sampai saat ini sekolahnya belum menerima Permendiknas yang akan mengubah kurikulum di kelas. "Belum ada informasi yang kami terima tentang peraturan baru. Saya tanya ke bagian kurikulum di sekolah, katanya belum ada. Tetapi setelah bertanya-tanya, katanya tidak banyak berbeda dengan kurikulum 2004," katanya.

Laili mengatakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) belum membahas Permendiknas tersebut lantaran informasi yang diterima belum lengkap. Tetapi, bila informasi itu menyatakan tidak ada perubahan signifikan kurikulum, seperti termaktub dalam Permendiknas, otomatis tidak akan ada perubahan di kelas, seperti yang diinginkan pemerintah.

Inkonsistensi
Secara terpisah, pengamat pendidikan Darmaningtyas menyatakan lahirnya kedua Permendiknas itu merupakan sikap inkonsistensi pemerintah. "Lahirnya Permendiknas tersebut merupakan cerminan inkonsistensi dan kebingungan pengambil kebijakan. Otonomi pembuatan kurikulum diberikan kepada satuan pendidikan, namun otonomi evalusi tidak diberikan karena pemerintah tetap menyelenggarakan ujian nasional (UN)," katanya ketika dihubungi Pembaruan, Kamis (27/7).

Dikemukakan, Permendiknas yang baru lahir itu akan menimbulkan kurikulum yang variatif. Namun, pemerintah juga mengharapkan munculnya standar hasil akhir yang sama. Darmaningtyas menambahkan, otonomi kurikulum yang termaktub dalam Permendiknas tersebut menelurkan konsekuensi penggunaan beragam buku pelajaran.
"Tidak ada lagi yang disebut buku paket. Yang akan terjadi, sekolah akan memakai kurikulum yang disusun BSNP. Oleh karena itu, dalam sektor pendidikan tetap terjadi sentralisasi kurikulum," tegasnya.

Memasung Kreativitas
Pandangan senada disampaikan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Susi Fitri. Dia mengatakan Permendiknas justru memasung kreativitas guru. "Standar isi dan Kompetensi yang termaktub dalam Permendiknas tersebut akan bertentangan dengan keinginan pendidikan kita untuk lebih kreatif. Mengapa? Karena Permendiknas sangat mengikat dengan standar yang sangat detail. Apalagi dengan adanya UN yang justru bertentangan dengan napas KBK," katanya. Kalau memang Permendiknas itu dianggap akan membuat kurikulum variatif, akan sangat bijaksana jika UN ditiadakan.

Guru Dikhawatirkan Sulit Kembangkan Kurikulum Sendiri



Jakarta (Kompas: 01/08/06) Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 diharapkan dapat memenuhi standardisasi evaluasi belajar siswa. Namun, dikhawatirkan pihak sekolah belum sepenuhnya dapat melaksanakannya dalam proses belajar-mengajar karena ketidaksiapan guru dan keterbatasan dana operasional sekolah. "Dalam kurikulum ini guru sebenarnya diberi kebebasan penuh dalam menjabarkan kurikulum, dan murid ditetapkan sebagai subyek," kata pengamat pendidikan Ahmad Rizali dalam acara Media Forum bertema "Kurikulum Tahun Ajaran Baru 2006/2007: Bisakah Menjawab Standardisasi Evaluasi Belajar Siswa", Senin (31/7), di Jakarta.

Sayangnya, meski secara filosofis pendidikan sudah sangat didesentralisasi, tetapi muaranya tetap pada ujian nasional (UN). UN SMP dan SMA tetap dijalankan sebagai kunci kelulusan. "Ini membingungkan guru dalam menjalankan kurikulum tersebut, karena ukuran sukses tetap saja lulus UN. Ini yang kemudian membuat para guru hanya memfokuskan bagaimana peserta didiknya lulus UN," kata Rizali.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Soehendro menyatakan, kurikulum tingkat satuan pendidikan disusun oleh sekolah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). "Jadi, tetap ada standar nasional pendidikan mengenai kompetensi lulusan, isi, proses belajar-mengajar, penilaian, sarana dan prasarana, pembiayaan, serta tenaga kependidikan," katanya.

Berkaitan dengan penerapan kurikulum tahun ini, lanjut Bambang, pihaknya telah membuat contoh silabus mata pelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah, dan diperkirakan selesai dalam dua pekan ini. "Kurikulum ini diharapkan bisa diterapkan di semua sekolah pada tahun 2009. Dengan adanya contoh ini, guru diharapkan bisa lebih mudah melaksanakannya," tuturnya.

Jumat, 28 Maret 2008

PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 34 TAHUN 2007

TENTANG



UJIAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH/SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMP/MTs/SMPLB), SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/ SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMA/MA/SMALB), DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)
TAHUN PELAJARAN 2007/2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL


Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 67 ayat (3), Pasal 71 dan Pasal 72 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/MTs/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA/MA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tahun Pelajaran 2007/2008;

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);

3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2006;

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31/P Tahun 2007;

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG UJIAN NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH/ SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMP/MTs/SMPLB), SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/ SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMA/MA/ SMALB), DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) TAHUN PELAJARAN 2007/2008.


Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

2. SMPLB dan SMALB adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan luar biasa bagi peserta didik tunanetra, tunarungu, tunadaksa ringan, dan tunalaras.

3. BSNP adalah Badan Standar Nasional Pendidikan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Kurikulum 1994 adalah kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang sudah berlaku secara nasional sejak tahun pelajaran 1994/1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993, Nomor 061/U/1993 Tahun 1993, Nomor 080/U/1993, Nomor 126/U/1993, dan Nomor 129/U/1993.

5. Kurikulum 2004 adalah kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang sudah diterapkan secara terbatas mulai tahun pelajaran 2001/2002 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 399a/C.C2/Kep/DS/2004, Keputusan Direktur Pendidikan Menengah Umum Nomor 766a/C4/MN/2003, dan Nomor 1247a/C4/MN/2003.

6. Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006.

7. Prosedur operasi standar yang selanjutnya disebut POS adalah prosedur operasi standar yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan ujian nasional yang ditetapkan oleh BSNP.

8. Kompetensi keahlian adalah kemampuan teknis peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan.

9. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

10. Departemen adalah Departemen Pendidikan Nasional.

11. Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional.


Pasal 2


Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 3

Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. Pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b. Seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Pasal 4

(1) Setiap peserta didik yang belajar pada tahun akhir SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK berhak mengikuti UN.

(2) Untuk mengikuti UN, peserta didik harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan mulai semester I tahun pertama hingga semester I tahun terakhir; dan
b. Memiliki ijazah atau surat keterangan lain yang setara, atau berpenghargaan sama dengan ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah, atau memiliki bukti kenaikan kelas dari kelas III ke kelas IV untuk siswa Kulliyatul-Mu’alimin Al-Islamiyah (KMI)/Tarbiyatul-Mu’alimin Al-Islamiyah (TMI) yang pindah ke SMA, MA, dan SMK.

(3) Peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti UN di satuan pendidikan yang bersangkutan, dapat mengikuti UN di satuan pendidikan lain pada jenjang dan jenis yang sama.

(4) Peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti UN utama dapat mengikuti UN susulan.

(5) Peserta didik yang belum lulus UN berhak mengikuti UN pada tahun berikutnya.

Pasal 5

(1) UN utama dilaksanakan satu kali pada minggu keempat bulan April 2008.

(2) UN susulan dilaksanakan satu minggu setelah UN utama.

(3) Ujian kompetensi keahlian dilaksanakan sebelum UN utama.


Pasal 6

(1) Mata pelajaran yang diujikan pada UN:

a. Mata Pelajaran UN SMP, MTs, dan SMPLB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA);

b. Mata Pelajaran UN SMA dan MA:
1) Program IPA, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi;
2) Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi;
3) Program Bahasa meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya (Antropologi), dan Sastra Indonesia; dan
4) Program Keagamaan meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, dan Tasawuf/Ilmu Kalam;

c. Mata Pelajaran UN SMALB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika;

d. Mata Pelajaran UN SMK, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Kompetensi Keahlian Kejuruan.


Pasal 7


(1) Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN) Tahun 2008 merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/sub pokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2004, dan Standar Isi.

(2) SKLUN Tahun 2008 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 8

(1) Soal ujian dipilih dan dirakit dari soal yang disusun khusus, dan bank soal sesuai dengan SKLUN Tahun 2008.

(2) Bank soal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dan dikelola oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik).

(3) Paket-paket soal UN ditelaah dan ditetapkan oleh BSNP.

Pasal 9

(1) Penggandaan soal UN dilakukan di tingkat provinsi oleh perusahaan percetakan yang ditetapkan oleh penyelenggara UN tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Untuk menjamin kelancaran distribusi soal UN, perusahaan percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan yang berdomisili di provinsi yang bersangkutan.

(3) Perusahaan percetakan yang dapat ditetapkan adalah perusahaan percetakan yang memenuhi persyaratan kelayakan berdasarkan kriteria yang ditetapkan BSNP.

(4) Kriteria kelayakan percetakan meliputi:
a. Keamanan dan kerahasiaan;
b. Kualitas hasil cetakan;
c. Ketepatan waktu penyelesaian; dan
d. Domisili percetakan.

Pasal 10

UN diselenggarakan oleh BSNP yang pelaksanaannya bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan.

Pasal 11

(1) Dalam penyelenggaraan UN, Menteri bertanggungjawab untuk:
a. Menetapkan sekolah/madrasah penyelenggara untuk peserta didik pada sekolah Indonesia di luar negeri;
b. Menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan UN;
c. Menyediakan blanko Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN); serta
d. Memantau, mengevaluasi, dan menetapkan program tindak lanjut.

(2) Dalam penyelenggara UN, BSNP bertanggungjawab untuk:
a. Membentuk penyelenggara UN tingkat pusat;
b. Melaksanakan penjaminan mutu paket soal;
c. Menyiapkan master soal bekerja sama dengan Puspendik;
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan UN yang jujur;
e. Memantau kesesuaian percetakan yang ditetapkan oleh gubernur;
f. Melakukan supervisi pengolahan hasil pemindaian (scanning) lembar jawaban ujian;
g. Membentuk tim pemantau independen UN;
h. Mengkoordinasikan kegiatan pemantauan UN;
i. Menyusun dan menetapkan POS UN;
j. Mengevaluasi pelaksanaan UN;
k. Melaporkan pelaksanaan UN kepada Menteri.

(3) Dalam pelaksanaan UN, gubernur bertanggungjawab untuk:
a. Membentuk tim pelaksana UN tingkat provinsi;
b. Menetapkan sekolah/madrasah pelaksana UN untuk peserta didik pada SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK;
c. Mendata dan menetapkan calon peserta UN;
d. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan UN dengan perguruan tinggi di wilayahnya sebagaimana yang ditetapkan oleh BSNP;
e. Menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan UN;
f. Menggandakan soal ujian;
g. Mengamankan dan menjaga kerahasiaan lembar soal UN, lembar jawaban yang sudah diisi oleh peserta ujian, dan dokumen pendukungnya;
h. Mengkoordinasikan pengolahan hasil ujian di wilayahnya;
i. Menjamin keamanan, kejujuran, dan kerahasiaan pemindaian lembar jawaban UN;
j. Menjamin objektivitas dan kredibilitas pelaksanaan UN di provinsi;
k. Menerima hasil UN dari BSNP dan mengirimkannya kepada penyelenggara UN tingkat kabupaten/kota; dan
l. Melaporkan pelaksanaan UN di wilayahnya kepada Menteri.

(4) Dalam penyelenggaraan UN, perguruan tinggi berfungsi membantu pelaksanaan UN dan sebagai pemantau independen.

(5) Dalam kapasitas membantu pelaksanaan UN, perguruan tinggi bersama-sama dengan penyelenggara UN Kabupaten/Kota menentukan pengawas UN sekolah/madrasah.

(6) Dalam penyelenggaraan UN, perguruan tinggi sebagai tim pemantau independen bertanggungjawab untuk:
a. Mengawasi percetakan yang menggandakan soal sebagaimana ditetapkan penyelenggara tingkat provinsi;
b. Mengawasi distribusi soal dan lembaran jawaban UN;
c. Melakukan pengawasan pelaksanaan UN bersama-sama dengan pemerintah daerah;
d. Mengamankan dan menjaga kerahasiaan lembar soal UN, lembar jawaban yang sudah diisi oleh peserta ujian, dan dokumen pendukungnya;
e. Mengawasi pemindaian lembar jawaban UN di tingkat provinsi;
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan UN bersama-sama dengan pemerintah daerah;
g. Melaporkan pelaksanaan UN kepada gubernur dan BSNP.

(7) Dalam pelaksanaan UN, bupati/walikota bertanggungjawab untuk:
a. Mengkoordinasikan dan menjamin pelaksanaan UN yang jujur di wilayahnya;
b. Membentuk penyelenggara UN tingkat kabupaten/kota;
c. Menetapkan sekolah/madrasah pelaksana UN untuk SMP dan MTs;
d. Mendata dan menetapkan pengawas pelaksanaan UN bersama-sama dengan perguruan tinggi yang ditetapkan BSNP;
e. Menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan UN;
f. Mengamankan dan menjaga kerahasiaan soal ujian dan dokumen pendukungnya;
g. Menjamin kejujuran pelaksanaan UN;
h. Menjamin keamanan dan kerahasiaan proses pengumpulan dan penyimpanan lembar jawaban UN yang sudah diisi beserta dokumen pendukungnya yang dilakukan oleh Dinas Kabupaten/Kota dari satuan pendidikan penyelenggara UN;
i. Mengirimkan lembar jawaban sebagaimana dimaksud pada huruf (h) ke penyelenggara UN tingkat provinsi;
j. Menerima hasil UN dari penyelenggara UN tingkat provinsi dan mengirimkannya ke sekolah/madrasah penyelenggara UN;
k. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan UN bersama-sama dengan perguruan tinggi yang ditetapkan BSNP; dan
l. Melaporkan pelaksanaan ujian di wilayahnya kepada Menteri melalui gubernur.

(8) Dalam pelaksanaan UN di luar negeri, Duta Besar Republik Indonesia bertanggungjawab untuk:
a. Mengkoordinasikan dan menjamin pelaksanaan UN yang jujur;
b. Menetapkan calon peserta UN;
c. Mengamankan dan menjaga kerahasiaan soal ujian dan dokumen pendukungnya;
d. Mengamankan dan menjaga kerahasiaan lembar jawaban UN yang sudah diisi oleh peserta ujian beserta dokumen pendukungnya;
e. Mengirimkan hasil pemindaian kepada BSNP;
f. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan UN; dan
g. Melaporkan pelaksanaan ujian di wilayahnya kepada Menteri.

(9) Dalam pelaksanaan UN, sekolah/madrasah bertanggungjawab untuk:
a. Melakukan pendataan calon peserta UN;
b. Mengamankan dan menjaga kerahasiaan soal ujian dan dokumen pendukungnya;
c. Melaksanakan ujian secara jujur dan amanah sesuai POS;
d. Mengirimkan lembar jawaban ujian yang telah diisi oleh peserta ujian kepada dinas kabupaten/kota;
e. Menerima hasil UN dari penyelenggara UN tingkat kabupaten/kota;
f. Menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN);
g. Menetapkan dan mengumumkan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
h. Melaporkan pelaksanaan UN kepada pejabat yang menugaskannya.

Pasal 12

(1) Pengawasan di ruang ujian dilakukan oleh tim pengawas UN dengan sistem silang murni antara sekolah dengan madrasah.

(2) Kekurangan pengawas di sekolah penyelenggara yang disebabkan oleh jumlah guru madrasah yang tidak mencukupi, maka pengawasan dilakukan dengan silang murni antar sekolah.

(3) BSNP dapat mengusulkan pengawas UN yang tidak berasal dari sekolah/madrasah.

Pasal 13

(1) Pelaksanaan UN di setiap provinsi, kabupaten/kota dan sekolah/madrasah dipantau oleh Tim Pemantau Independen (TPI).

(2) Tugas TPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah memantau kesesuaian penempatan pengawas, penerimaan dan penyimpanan soal, pelaksanaan pengawasan UN, pengumpulan lembar jawaban, pengiriman lembar jawaban ke penyelenggara UN kabupaten/kota.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai TPI diatur dalam POS tersendiri.

Pasal 14

(1) Pemindaian (Scanning) lembar jawaban UN dilakukan oleh penyelenggara UN tingkat provinsi dengan menggunakan sistem dan standar penilaian yang ditetapkan oleh BSNP.

(2) Daftar hasil pemindaian diskor oleh Puspendik dengan supervisi BSNP.

(3) Daftar nilai hasil UN setiap sekolah/madrasah diisi oleh penyelenggara UN tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BSNP.

(4) Puspendik mengelola arsip permanen dari hasil UN di bawah koordinasi dan tanggung jawab BSNP.

Pasal 15

(1) Peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN sebagai berikut:
a. memiliki nilai rata-rata minimal 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan tidak ada nilai di bawah 4,25 dan khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran Kompetensi Keahlian Kejuruan Minimum 7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN; atau
b. memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dan nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00, dan khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran Kompetensi Keahlian Kejuruan minimum 7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN.
(2) Pemerintah daerah dan/atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Peserta UN diberi Surat Keputusan Ujian Hasil Ujian Nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh sekolah/madrasah penyelenggara.


Pasal 16


Biaya penyelenggaraan UN sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 17

(1) Perorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan UN wajib menjaga kerahasiaan, kejujuran, keamanan, dan kelancaran penyelenggaraan UN.

(2) Perorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan dalam penyelenggaraan UN dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Peserta didik yang terbukti melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal UN dinyatakan gagal dalam UN oleh satuan pendidikan penyelenggara UN, duta besar RI, bupati/walikota, gubernur, Kepala BSNP, atau Menteri.

Pasal 18

Hal-hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan UN diatur dalam POS.

Pasal 19

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 November 2007

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I,